[Repost] Menanti Senyummu Dalam Rindu


Apa kabarmu disana? Semoga senyummu tetap menantiku dalam buai rindu. Sayang, dalam renunganku selama ini aku berpikir dan merasakan jika dirimu adalah pilihan yang tepat buatku. Tapi aku sadar jika aku mungkin pilihan yang buruk untukmu. Aku hanya berhasil meyakinkan tapi gagal membuktikan.
 
Aku terus terlelap dalam mimpi kala dirimu terjerumus dalam waktu. Ada asa penuh harap dari kerlingan matamu.
 
Ah, mungkin dulu aku yang terlalu gegabah mengambil keputusan untuk menjadi pendampingmu. Kini aku sebatas pendamping dan tak seutuhnya menjadi imam bagimu. Tapi aku tidak menyesal karena kau yang telah berhasil memenangkan hati ini.
 
Tidak banyak hal istimewa yang kualami sebelum diri ini bersamamu. Dirimu adalah tembok yang harus kulalui agar aku tahu siapa sosok diri sebenarnya di seberang sana. Kini setelah kulalui aku menyadari jika aku adalah sosok pemimpin yang lemah. Rapuh, tak berdikari dan hanya berpangku dengan waktu yang terus berpacu.
Aku lalai dengan benang mimpi yang pernah kita rajut bersama. Mimpi menjadi sepasang sepatu. Mimpi menjadi sepasang kekasih ibarat si lumpuh di kursi roda dan penuntunnya yang buta.

Aku yang selalu membuatmu menangis kala sendiri dalam untaian doamu..meneteskan air mata dalam peraduan, saat kau dan bidadari kecil kita membutuhkan kehadiran sosok imam yang bertanggungjawab. Berpeluh keringat, berderu lelah yang mendera tubuhmu...demi menjadi ibu bagi anakku. Anak yang kelak akan mengingatmu dengan kebaikan dan anak yang lekas melupakanku karena kelalaian ayahnya sendiri.

Tak perlu kau tuliskan dengan kata-kata, semua sudah terlukis jelas diwajahku saat aku bercermin dalam renungan yang tak berkesudahan.

Duhai pelipur laraku... sejauh aku memandang dengan hati ini sorot matamu membayang tiap kali mata ini berkedip. Ada rasa bersalah, ada penyesalan, ada asa dan juga tekad, semua yang harus kucamkan dalam dada ini.

Mujahidahku, tak terasa November telah tiba. Rintik hujannya menyapaku dalam ingatan kecil ini. Kutitipkan rindu ini kepadanya, ini November kita. Saat pertama kalinya aku menatap masa depanku dalam cahaya matamu.

Sholihahku, ini hatiku yang terkekang dalam memoar. Ini juga hati yang menanti senyummu dalam rindu.
Hifhzil
Husband, (formerly) Coffee Lover, Progressive Rock, A loving husband [?]. Married to a (currently) honorary angel in a regency in South Sumatra. Spoiled in his wife's arms and likes to follow his wife from the kitchen to other activities.

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter